Langsung ke konten utama

Faktor Prilaku dan Latihan Progresif yang Dapat Menyebabkan Cedera

FAKTOR PRILAKU DAN LATIHAN PROGRESIF
A. Faktor prilaku akibat latihan progresif
Feforma atlet di lapangan sangat di pengaruhi oleh prilakunya sendiri, ada prilaku yang menguntungkan dan ada juga pilaku yang merugikan misalnya :
1. Prilaku yang merugikan
Sikap mudah tersinggung atau cepat emosi sehingga membuat atlet tidak terkontrol dalam melakukan apapun, rasa cepat bosan terutama dalan latihan, kurang cakap, sembrono/ceroboh, ragu-ragu, pemalu, lambat menerima, curiga/cemburu, bersifat kewanitaan, tidak terkendali, menyendiri, tidak tetap pendirian, serta penakut merupakan sikap yang  membuat prestasi atlet menurun.
Jadi setiap atlet harus mampu menghilangkan prilaku yang akan merugikan diri nya sendiri dan harus mampu menumbuhkan sikap ataunprilaku yang dapat menguntungkan dirinya dalam mencapai prestasi yang maksimal.
2.Prilaku yang menguntungkan
Rasa ketekunan atlet untuk berlatih sehingga ia akan memperoleh keterampilan yang lebih baik, kematangan , semangat dalam pertandingan dan latihan, teliti serta cermat, berani, berhati-hati, mudah menerima, bijaksana/serius, tenang, percaya diri, terkontrol, cakap/pintar, teguh pendirian. Itu semua merupakan sikap yang dapat membawa dampak positif terhadap feforma atlet di lapangan.

LATIHAN PROGRESIF
Latihan progresif  merupakan latihan-latihan yang menguntungkan pada saat dadakan. Perlu ditekankan prinsip-prinsip pemberian beban lebih yang bertahap dan prinsip spesifisitas dari latihan. Pemilihan metode yang tepat adalah meliputi efisiensi gerakan yang sesuai, efeKtifitas program latihan, termasuk FITT (frekwensi, Intensitas, Time, Tipe) yang adekuat. Gerakan yang salah harus dikoreksi dan dengan dasar gerakan yang baik.
Latihan yang baik adalah dengan adanya beban latihan, yang diperlukan selama proses berlatih melatih agar hasil latihan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, psikis, sikap dan sosial olahragawan, sehingga puncak prestasi dapat dicapai dalam waktu yang singkat dan dapat bertahan relatif lebih lama.
Frekuensi latihan yaitu 3 sampai 5 hari setiap seminggu dengan intensitas 60% sampai 75% dari denyut jantung maksimal yang sebenarnya atau yang di perkirakan menurut umur kemudian tingkatkan hingga 70%-85%, tipe aktivitas  yang di lakukan seperti aerobik di mulai dari 5 sampai 15 menit  kemudian tingkat sampai 40-60 menit.

Prinsip-prinsip latihan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Prinsip pemanasan tubuh (warming-up principle)
Pemanasan tubuh penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan pemanasan ialah untuk mempersiapkan fungsi organ tubuh guna menghadapi kegiatan yang lebih berat dalam hal ini adalah penyesuaian terhadap latihan inti.
2.  Prinsip beban lebih (overload principle)
Sistem faaliah dalam tubuh pada umumnya mampu untuk menyesuaikan diri dengan beban kerja dan tantangan-tantangan yang lebih berat. Selama beban kerja yang diterima masih berada dalam batas-batas kemampuan manusia untuk mengatasinya dan tidak terlalu berat sehingga menimbulkan kelelahan yang berlebihan, selama itu pulalah proses perkembangan fisik maupun mental manusia masih mungkin, tanpa merugikannya. Jadi beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup bengis namun realistis yaitu sesuai dengan kemampuan atlet, serta harus dilakukan berulang kali dengan intensitas yang tinggi. Harsono (2004:9) menyatakan, “Beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah secara periodik dan progresif ditingkatkan.”

3.  Prinsip sistematis (systematic principle)
Latihan yang benar adalah latihan yang dimulai dari kegiatan yang mudah sampai kegiatan yang sulit, atau dari beban yang ringan sampai beban yang berat. Hal ini berkaitan dengan kesiapan fungsi faaliah tubuh yang membutuhkan penyesuaian terhadap beratnya beban yang diberikan dalam latihan. Dengan berlatih secara sistematis dan dilakukan berulang-ulang yang konstan, maka organisasi-organisasi sistem persyarafan dan fisiologis akan menjadi bertambah baik, gerakan yang semula sukar akan menjadi gerakan yang otomatis dan reflektif.
4. Prinsip intensitas (intensity principle)
Perubahan-perubahan fungsi fisiologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih melalui suatu program latihan yang intensif yang dilandaskan pada prinsip overload dimana secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan serta kadar intensitas dari pengulangan tersebut. Harsono (2004:11) menyatakan, “Intensitas yang kurang dari 60%-70% dari kemampuan maksimal atlet tidak akan terasa training effect-nya (dampak/manfaat latihannya).
5. Prinsip pulih asal (recovery principle)
Harsono (2004:11) menyatakan, “Perkembangan atlet bergantung pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan agar regenerasi tubuh dan dampak latihan bisa dimaksimalkan.” Dalam hal ini atlet perlu mengembalikan kondisinya dari kelelahan akibat latihan melalui istirahat.
6. Prinsip variasi latihan
Latihan dalam jangka waktu yang lama sering menimbulkan kejenuhan bagi atlet, apalagi program latihan yang dilaksanakan bersifat jangka panjang. Oleh karena itu, latihan harus dilaksanakan melalui berbagai macam variasi sehingga beban latihan akan terasa ringan dan menggembirakan. Apalagi variasi latihan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Harsono (2004:11) menyatakan, “Untuk mencegah kebosanan berlatih, pelatih harus kreatif dan pandai menerapkan variasi-variasi dalam latihan.”
7. Prinsip perkembangan multilateral
Harsono (2004:11) menyatakan, “Prinsip ini menganjurkan agar anak usia dini jangan terlalu cepat dispesialisasikan pada satu cabang olahraga tertentu.” Dalam hal ini sebaiknya anak diberikan kebebasan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas olahraga agar ia bisa mengembangkan dirinya secara multilateral baik dalam aspek fisik, mental maupun sosialnya.
8. Prinsip individualisasi
Harsono (2004:9) menyatakan, “Agar latihan bisa menghasilkan yang terbaik, prinsip individualisasi harus senantiasa diterapkan dalam latihan.” Artinya beban latihan harus disesuaikan dengan kemampuan adaptasi, potensi, serta karakteristik spesifik dari atlet.
9. Prinsip spesifik (specificity principle)
Prinsip ini mengisyaratkan bahwa latihan itu harus spesifik, yaitu benar-benar melatih apa yang harus dilatih. Harsono (2004:10) menyatakan, “Manfaat maksimal yang bisa diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan tersebut mirip atau merupakan replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut.
Norma-Norma Pembebanan
Norma-norma pembebanan latihan meliputi volume, intensitas, interval dan densitas. Adapun pembahasan mengenai norma-norma pembebanan adalah sebagai berikut:
a. Volume
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill atau bentuk-bentuk latihan. Isi latihan atau banyaknya tugas yang harus diselesaikan ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh Chu (1989:13) dijelaskan, “Volume is the total work performed is single work at session or cycle”. Sedangkan mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57) dikatakan, “As an athlete approaches the stage of high performance, the overall volume training becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap latihan harus memperhatikan volume latihan selain dari intensitas latihannya.
b. Intensitas
Intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”. Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in performing a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Untuk mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur denyut jantungnya. Cara mengukur intensitas ini oleh Harsono (1988:115) dijelaskan, “Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara, diantaranya mengukur denyut jantung (heart rate)”. Selanjutnya Katch dan McArdle yang dikutip oleh Harsono (1988:116) menjelaskan:
1. Intensitas latihan dapat diukur dengan cara menghitung denyut jantung/nadi dengan rumus: denyut nadi maksimum (DNM) = 220 – umur (dalam tahun). Jadi seseorang yang berumur 20 tahun, DNM-nya = 220 – 20 = 200.
2. Takaran intensitas latihan
a. Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut takaran intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160 sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
b.Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaran intensitas latihannya sebaiknya adalah 70%-85% kali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153 denyut nadi/menit.
        Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153 denyut nadi/menit menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan orang yang berumur 40 tahun tersebut berlatih dalam training sensitive zone, atau secara singkat biasanya disebut training zone.
3.  Lamanya berlatih di dalam training zone:
a.  Untuk olahraga prestasi: 45 – 120 menit
b.  Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit
c.   Interval
Masa pulih atau recovery dari setiap penyelesaian suatu tugas adalah hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut kesiapan tubuh umumnya dan otot-otot khususnya untuk menerima beban tugas berikutnya. Mengenai masa pulih ini, Brittenham yang diterjemahkan oleh Soepadmo (1996:12) menjelaskan sebagai berikut:
Adaptasi fisik terjadi pada saat istirahat, karena pada waktu itu tubuh membangun persiapan untuk gerakan berikutnya. Maka istirahat yang cukup akan memberikan hasil yang maksimal.
Jika anda terlalu giat berlatih dan tidak memberikan kesempatan tubuh beristirahat diantara tiap sesi latihan, maka anda akan mengalami kelelahan atau bahkan kemunduran.
d.  Densitas
Densitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekerapan latihan dan merupakan frekuensi latihan yang dilakukan, diselingi waktu istirahat atau bisa disebut pula dengan kepadatan latihan, seperti 3 set  @ 25RM Squat = 75 kali, jadi kepadatannya adalah 75 kali Squat.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip latihan pada dasarnya mencakup prinsip spesifikasi, system energi, prinsip overload, dan prinsip pemanasan dan pendinginan. Prinsip spesifikasi berarti memiliki kekhususan sistem energi meliputi penggunaan energi, dan prinsip overload yang bekaitan dengan intensitas, frekuensi, dan durasi.

B.  Faktor Perilaku Olahraga
Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. Menurut Green , faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.
2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber daya.
3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors), faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan.
C. Faktor-Faktor Latihan Progresif
Perlu di tekankan prinsip-prinsip pemberian beban lebih yang bertahap dan prinsip spesifisitas dari latihan:
Latihan progresif untuk lari-lintas-alam, perlombaan atletik tes Pola NAPFA diperkenalkan di singapura tahun 1981 dengan tujuan sebagai berikut:
a. Untuk mengusahakan tercapainya suatu tingkat kebugaran jasmani menyeluruh yang diinginkan bagi rakyat singapura.
b. Untuk memberikan suatu cara sederhana tetapi dapat di percaya untuk mengevaluasi kebugaran jasmani menyeluruh bagi pria dan wanita berumur 12 tahun atau lebih.
c. Untuk memberikan lencana emas,perak dan perunggu, sertifikat dan hadiah lain bagi mereka yang memenuhi standar yang diperlukan, sebagai pengharagaan akan prestasi mereka.
d. Untuk melengkapi, menambah untuk mengganti sebagian atau seluruhnya deretan organisasi-organisasi ujian kebugaran jasmani, seperti sekolah angkatan bersenjata, polisi dan badan-badan olahraga.
e. Untuk mendapatkan informasi yang lebih dapat dipercaya tentang kebugaran jasmani dari orang singapura. Hal ini diperoleh dengan cara mempelajari dan membandingkan hasi-hasil ujian yang dilakukan pada berbagai golongan orang di singapura dan juga membandingkan hasil-hasil ini dengan golongan-golongan yang serupa di negara lain.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERATURAN DAN PENGENALAN SARANA PRASARANA OLAHRAGA HOCKEY

PERATURAN DAN PENGENALAN SARANA PRASARANA HOCKEY A. Peraturan Permainan Hockey Olahraga Hoki adalah permainan yang dipertandingkan oleh 2 (dua) regu, yang terdiri atas 11 orang dari masing-masing regu. Peraturan Umum dari permainan Hoki adalah sebagai berikut : Seorang pemain dilarang untuk : v   Mengangkat stick di atas pundaknya bilamana dapat membahayakan. v   Melakukan permainan yang dapat membahayakan. v   Memukul bola ke udara. v   Menendang atau menahan bola dengan kaki (kecuali penjaga gawang sesuai peraturan). v   Memukul, menggigit atau menahan stick lawan v   Menghalangi lawan dengan badan atau stick, mendorong, menahan atau menjatuhkan serta menyandung lawannya. Seorang pemain diperbolehkan untuk : ü   Menahan bola dengan tangan (sesuai peraturan yang berlaku), sepanjang bola tersebut jatuh dengan segera, jadi bukan menangkap bola melainkan menahan bola dengan telapan tangan yang terbuka. ü   Di dalam D...