FAKTOR PSIKOLOGI MEMPENGARUHI CIDERA PADA ATLET
A. Faktor-Faktor
Penyebab Cedera
Olahraga Prestasi Maupun
Rekreasi Merupakan Aktivitas Yang Dapat Memberikan Manfaat Bagi Kesehatan Fisik
Maupun Mental (Leddy, Lambert, & Ogles, 1994). Akan Tetapi, Olahraga Yang
Dilakukan Tanpa Mengindahkan Kaidah-Kaidah Kesehatan Dapat Pula Menimbulkan
Dampak Yang Merugikan Bagi Tubuh Antara Lain Berupa Cedera Olahraga. Adapun Penyebab
Cedera Tersebut Sangat Bermacam-Macam Baik Dari faktor fisik maupun psikis
atlet.
1. Faktor
Fisik
Cedera olahraga adalah
cedera pada sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan
olahraga. Cedera olahraga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan
metode latihan, kelainan struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan penyokong dan otot (Bahr et al. 2003).
Kesalahan Metode Latihan juga mempengaruhi cidera. Metode latihan yang salah
merupakan penyebab paling sering
cedera pada otot dan sendi.
Beberapa hal yang
sering terjadi adalah :
a. Tidak dilaksanakannya
pemanasan dan pendinginan yang memadai sehingga latihan fisik yang terjadi
secara fisiologis tidak dapat diadaptasi oleh tubuh.
b. Penggunakan
intensitas, frekuensi, durasi dan jenis latihan yang tidak sesuai dengan
keadaan fisik seseorang maupun kaidah kesehatan secara umum.
c. Prinsip
latihan overload sering diterjemahkan sebagai latihan yang
didasarkan pada prinsip “no gain no pain” serta frekuensi latihan
yang sangat tinggi. Hal ini tidak tepat mengingat rasa nyeri merupakan sinyal
adanya cedera dalam tubuh baik berupa micro injury maupun macro injury. Pada
keadaan ini tubuh tidak memiliki waktu untuk
memperbaiki jaringan yang
rusak tersebut (Stevenson et al. 2000). Kelainan struktural bisa meningkatkan
kepekaan seseorang terhadap cedera olah raga karena pada keadaan ini terjadi
tekanan yang tidak semestinya pada bagian tubuh tertentu.Sebagai contoh, jika
panjang kedua tungkai tidak sama, maka pinggul dan lutut pada tungkai yang
lebih panjang akan mendapatkan tekanan yang lebih besar. Faktor biomekanika
yang menyebabkan cedera kaki, tungkai dan pinggul adalah pada saat pronasi
(pemutaran kaki ke dalam setelah menyentuh tanah). Pronasi sampai derajat
tertentu adalah normal dan mencegah cedera dengan cara membantu menyalurkan
kekuatan menghentak ke seluruh kaki. Pronasi yang berlebihan bisa menyebabkan
nyeri pada kaki, lutut dan tungkai. Pergelangan kaki sangat lentur sehingga
ketika berjalan atau berlari, lengkung kaki menyentuh tanah dan kaki menjadi
rata. Jika seseorang memiliki pergelangan kaki yang kaku, maka akan terjadi hal
sebaliknya yaitu pronasi yang kurang. Kaki tampak memiliki lengkung yang sangat
tinggi dan tidak dapat menahan goncangan dengan baik, sehingga meningkatkan
resiko terjadinya retakan kecil dalam tulang kaki dan tungkai (fraktur karena
tekanan) (Gleim et al. 1997). Kelemahan Otot tendon dan ligamen,
jika mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya, maka
otot,tendon dan ligamen akan mengalami robekan. Sendi lebih peka terhadap
cedera jika otot dan ligamen yang
menyokongnya lemah.
Tulang yang rapuh karena osteoporosis mudah mengalami patah tulang (fraktur).
Latihan penguatan bisa membantu mencegah terjadinya cedera. Satu- satunya cara
untuk memperkuat otot adalah berlatih melawan tahanan, yang secara bertahap
kekuatannya ditambah (Meeuwisse 1994).
2. Faktor Psikis
Faktor psikologis
ternyata berpengaruh terhadap tingkat cedera yang diderita oleh atlet. hal ini
terbukti telah diteliti oleh Rotela, dkk (Weinberg. R.S & Gould. D, 2007)
A.Faktor Kepribadian
Faktor kepribadian adalah
faktor yang pertama yang berhubungan dengan cidera atlet (Bianco, Malo, &
Orlick, 2016). Para peneliti ingin memahami apakah konsep diri, pengaruh dari
dalam maupun luar dan berpikir keras sangat berhubungan dengan cidera tersebut.
Atlet yang mempunyai konsep diri yang rendah mudah terkena cidera dibandingkan
dengan atlet yang mempunyai konsep
diri tinggi. Penelitian
terbaru menunjukan bahwa faktor pesonaliti seperti optimisme, percaya diri,
ketabahan dan kecemasan berperan dalam cidera atlet.
B. Tingkat Stress
Telah diidentifikasi
bahwa tingkat stres berperan penting dalam cidera atlet. Penelitian telah
membuktikan hubungan antara tekanan hidup dan tingkat cidera. Pengukuran
tingkat stres ini di fokuskan pada perubahan hidup, contohnya putus cinta,
pindah ke kota baru, atau perubahan status ekonomi. Secara keseluruhan
bukti-bukti menunjukan bahwa atlet dengan pengalaman tekanan hidup yang lebih
tinggi lebih sering cidera dibandingkan atlet dengan tekanan hidup yang lebih
rendah. Sebaiknya para instruktur profesional sebaiknya memahami perubahan ini,
secara hati-hati memonitor dan memberikan pelatihan hidup secara psikologis.
Penelitian juga telah mengidentifikasi stress muncul pada atlet ketika cidera
dan ketika di rehabiitasi saat cidera. Contohnya
kurangnya perhatian dan
terisolasi. Teknik managemen pelatihan stress tidak hanya menolong atlet dan
instrutur untuk lebih efektif secara penampilan tetapi juga mungkin menghindari
resiko mereka terkena cidera dan sakit.
C. Hubungan Stres dan cedera
Ada dua teori yang
akan menjelaskan hubungan antara stress dan cidera.
1. Perhatian yang
tergangu Satu hal yang pasti adalah bahwa stress akan mengangu perhatian
seorang atlit dengan kurangnya perhatian akan sekelilingnya.
Contohnya seorang pemain
quaterback dalam American football mengalami tekanan stress yang tinggi akan
berkemungkinan cidera karena dia tidak melihat pemain bertahan lainnya berlari
di depannya sehingga kemungkinan besar akan terjadi benturan dengan pemain belakang
lawan. Ketika tingkatan stressnya lebih rendah, seorang quarterback akan
mempunyai fokus perhatian akan lapangan
maupun musuh
disekelilingnya sehingga dapat mengurangi benturan dari pemain bertahan lawan
dan mengurangi resiko cidera.
2. Ketegangan Otot
Stress tingkat tinggi dapat timbul bersamaan dengan ketegangan otot yang
bertentangan dengan kondisi normal dan meningkatkan peluang untuk cidera. Guru
dan pelatih yang mempunyai seorang atlet yang kehidupannya mengalami perubahan
(seorang siswa yang orang tuanya bercerai), sebaiknya sangat memperhatikan
sikap atlit tersebut , jika menunjukan tanda-tanda ketegangan otot atau sulit
untuk fokus ketika tampil, adalah hal yang bijak diberikan pelatihan stress.
3. Faktor psikologi
lainnya yang merupakan penyebab cedera
Hal lain yang menyebabkan
stress menurut ahli psikologi adalah beberapa sikap para pelatih, seperti “act
tough and always give 110%” atau “jangan menerima apa adanya atau berusaha
keras dan selalu memberikan 110%” jika kamu
cidera kamu tidak berharga, sikap-sikap ini juga sangat memungkinan menyebabkan
atlet cidera.
C. Peran psikologi
olahraga dalam cidera dan rehabilitasi
Psikologi
memfasilitasi proses pemulihan cidera, lebih mengunakan pendekatan holistik
untuk penyembuhkan baik pikiran maupun fisik (Leddy et al., 1994). Memahami
psikologi pemulihan cidera adalah sangat penting bagi semua yang terlibat dalam
olahraga dan latihan.
1.Pemulihan Psikologi
Peneliti melakukan
wawancara, menilai sikap dan pandangan, stress dan control stress, dukungan
sosial, positif self-talk (kata hati), imajinasi penyembuhan, penetapan tujuan
dan keyakinan. Mereka menemukan bahwa atlet yang mempunyai positive self talk
yang tinggi akan mengalami penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan atlet
yang mempunyai self talk positive yang rendah. Selain itu faktor yang penting
dalam proses
rehabilitasi adalah emosi
dan motivasi atlet selama masa rehabilitasi. Atlet yang mempunyai emosi yang
baik dalam hal ini mematuhi peraturan medis selama proses penyembuhan akan
dapat mempercepat proses penyembuhan, motivasi atlet selama proses rehabilitasi
juga mempengaruhi keberhasilan pemulihan. Pendekatan holistic adalah yang
merupakan pendekatan yang sangat disarankan oleh ahli psikologi untuk pemulihan
cidera atlet. Berikut langkah-langkah proses penyembuhan dan pemulihan secara
psikologi:
a) Tahap cidera
Membantu atlet menghadapi pergolakan emosi pada saat cidera.
b) Tahap rehabilitasi dan
pemulihan Membantu atlet mempertahankan motivasi dan kepatuhan terhadap aturan
rehabilitasi
c) Tahap kembali ke
aktifitas penuh Kesembuhan penuh tidaklah lengkap sampai atlet kembali ke
keadaan normal dalam
olahraganya.
Di awal cidera atau
fase penyakit, yang harus dilakukan adalah fokus pada membantu menangani
pergolakan emosi atlet yang cidera. Atlet mengalami kondisi stress karena tidak
memahami cidera atau kondisi cidera, sehingga dokter perlu memberi penjelasan
kaitannya dengan seberapa parah cideranya. Tahap rehabilitasi dan pemulihan,
pada tahapan ini atlet yang mengalami cidera dibantu dalam mempertahankan
motivasi, dan aturan rehabilitasi. Penetapan tujuan dan mempertahankan sikap
positif, terutama pada saat cidera atau kemunduran fisik. Tahap terakhir adalah
kembali pada aktifitas penuh meskipun secara fisik atlet sudah sembuh,
kesembuhan belum lengkap sampai dia kembali kondisi normal dalam berolahraga.
Selain itu ada beberapa hal penting yang harus dipahami, memfasilitasi proses
rehabilitasi, membangun hubungan dengan atlet yang cidera, mendidik atlet
tentang proses dan pemulihan cidera,
mengajarkan ketrampilan
psikologis, mempersiapkan atlet untuk mengatasi kemunduran, membina dukungan
sosial, dan belajar atau mendorong atlet untuk belajar dari atlet lain yang
cidera.
2. Membangun
hubungan dengan atlet cidera Ketika atlet cidera, mereka sering mengalami
ketidakpercayaan atas cedera tersebut, frustasi, kemarahan, kebingungan, dan
kerentanan. Emosi tersebut dapat menyulitkan bagi penolong untuk menjalin
hubungan dengan atlet yang mengalami cidera.
3. Mendidik atlet yang
cidera tentang proses dan pemulihan cidera Atlet yang cidera atau pertama kali
cidera, biasanya belum paham tentang apa yang terjadi pada dirinya. Memberikan
pemahaman secara praktis dapat membantu atlet memahami cidera.
4. Mengajar ketrampilan
psikologis tertentu Ketrampilan psikologis sangat penting diajarkan kepada altlet yang cedera untuk
rehabilitasi kaitannya dengan penetapan tujuan, positif self- talk,
imagery/visualisasi dan pelatihan relaksasi.
a) Penetapan tujuan dapat
sangat berguna untuk rehabilitasi atlet yang cidera. Penetapan tujuan dapat
mengurangi waktu pemulihan atlet yang cidera. Penetapan tujuan ini kaitanya
dengan kapan atlet akan kembali ke kompetisi, berapa kali perminggu untuk
terapi, bentuk latihan dan lama latihan.
b) Self-talk atau kata
hati membantu mengatasi kepercayaan diri yang turun selama cidera. Atlet harus
belajar menghilangkan pikiran negatif mereka, dan mengantinya dengan yang
realistis dan positif. Misalkan saya tidak akan pernah menjadi baik, kata
tersebut diganti menjadi aku
merasa kecewa hari ini,
tapi aku masih dalam tahap rehabilitasi, aku hanya perlu bersabar dan aku akan
kembali menjadi yang terbaik.
c) Visualisasi
berguna selama masa rehabilitasi. Pemain atau atlet yang cidera perlu
mengimajinasikan diri mereka dalam kompetisi, atau kembali berkompetisi. Atau
atlet yang cidera otot mengimajinasikan ototnya pulih dengan cepat. Hal ini
dapat mempercepat proses rehabilitasi atlet tersebut.
5. Mengajarkan bagaimana
mengatasi kemunduran performa Rehabilitasi cidera bukan ilmu yang pasti. Setiap
orang pulih pada tingkat yang berbeda, dan kemunduran adalah hal yang biasa.
Jadi, orang atau atlet yang cidera perlu belajar mengatasi kemunduran.
6. Memupuk dukungan
sosial Dukungan sosial sangat penting untuk atlet yang mengalami cidera.
Dukungan sosial ini misalkan dukungan emosional dari teman-teman dan
orang-orang terkasih, dukungan informasi dari pelatih, dalam bentuk pernyataan seperti “anda berada di jalur
yang benar”
Komentar
Posting Komentar