Kecelakaan atau cedera padat terjadi dimana saja, kapan
saja, dan siapa saja. Menurut Andun Sudijandoko (2000:29), dalam melakukan
penanganan cedera olahragah terlebih dahulu mengetahui bagaimana badan yang
terkena cedera dan beratnya cedera tersebut.
Menurut Andun Sudijandoko (2000:30), cedera dapat ditandai
dengan adanya rasa sakit, pembengkakan, kram, memar, kekakuan, dan adanya
pembatasan gerak sendi serta berkurangnya kekuatn pada daerah yang mengalami
cedera tersebut. Sebelum kerumah sakit, pertolongan pertama yang dapat
dilakukan dalam evaluasi awal tentang keadaan mum pemderita, untuk menentukan
apakah ada keadaan yang mengancama kelangsungan hidup. Setelah diketahui tidak
ada hal yang membahayakan jiwanya maka dilanjutkan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Penanganan dengan
Sistem RICE
RICE principles atau prinsip RICE dikenal sebagai prinsip
penanganan cedera pertama kali pada cedera olahraga atau cedera aktifitas yang
berakibat pada gejala objektif yang dirasakan dan perlu penanganan prinsip RICE.
RICE merupakan kepanjangan dari Rest (Istirahat), Ice (Es), Compression
(Kompres) dan Elevation (Elevasi). Komponen RICE mempunyai peranan masing –
masing karena mempunyai fungsi tertentu sehingga saling melengkapi untuk
penanganan cedera. Penanganan cedera pada masa dini sangat signifikan fungsinya
sebagai faktor penentu lamanya proses kesembuhan penderita cedera. Apabila ada
tindakan pertama yang salah dalam penanganan cedera, hal itu akan berefek pada
lama dan proses penyembuhan cedera tersebut. Untuk itu prinsip RICE ini sangat
berperan dalam segala macam penanganan cedera, apakah itu cedera olahraga,
cedera pekerjaan ataupun cedera aktifitas keseharian. Berikut penjabaran
komponen komponen dari prinsip RICE Rest (Istirahat).
a. Komponen pertama
dari RICE adalah rest
Rest (istirahat), yang mempunyai arti mengistirahatkan.
Fungsi bagian extremitas yang cedera untuk meminimalkan cedera ataupun
penambahan cedera. Agar seseorang penderita cedera tidak bertambah keluhannya,
anjuran yang disarankan adalah istirahat. Istirahat sangat berarti untuk
menghimpun tenaga ataupun mengistirahatkan tubuh. Istirahat akan meminimalkan
nyeri yang di derita, mengurangi pembengkakan, menghindari gerakan yang tidak
diperbolehkan dan menjaga sistem otot (muscular), sendi dan rangka (tulang),
yang terlibat. Rest dapat diaplikasikan dengan cara splint (lengan), berbaring
(punggung), tidur dan lebih jelasnya tidak melakukan kegiatan yang melibatkan
bagian yang cedera terlebih dahulu. Ice (Es).
b. Komponen kedua dari
RICE adalah Ice atau Es
Pemakaian medium es sebagai salah satu penanganan dari
prinsip RICE adalah sangat mutlak peranannya. Penggunaan es sangat diperlukan
saat cedera terjadi karena saat cedera terjadi pembengkakan atau rusaknya
pembuluh darah pasti terjadi, dan penanganan yang tepat adalah dengan es. Es
dapat mengurangi terjadinya pembengkakan dan meluasnya kerusakan jaringan yang
berlebih. Selain mengurangi pembengkakan dan menghindari kerusakan yang
berlebih medium es juga dapat mengurangi nyeri untuk sementara. Es dapat
mengurangi nyeri karena es bersifat analgetik bila dipakaikan ke bagian tubuh
secara kontak langsung yang mana jaringan yang dipakaikan akan menjadi tebal
(seperti di bius atau di anasthesi). Pengecualian pemakaian medium es adalah
bila adanya luka terbuka pada cedera. Pengaplikasian cara ini dapat dengan cara
kompres es (kontak langsung – tidak lebih dari 10 menit) atau dengan cloride
ethyl spray (vapocoolant spray). Compression (Kompres).
c. Komponen ketiga
dari RICE adalah Compression/kompresi
Kompresi merupakan tindakan pembalutan bagian yang cedera
dengan alat perban atau bandage untuk menghindari penumpukan cairan yang
disebabkan oleh pembengkakan. Selain untuk menghindari pembengkakan metode
kompresi dapat juga sebagai penyangga atau peng-fiksasi gerakan extremitas yang
cedera agar tidak bergerak sehingga tidak meluasnya jaringan yang rusak karena
cedera. Elevation (Elevasi).
d. Komponen ke empat dari
RICE adalah Elevation/Elevasi
Elevasi merupakan komponen terakhir yang berfungsi atau
mempunyai tujuan sebagai fasilitator suplai darah melalui pembuluh darah balik
(vena) dari extremitas (lengan atau tungkai) ke arah jantung. Pembengkakan di
extremitas biasanya terjadi kerena tidak lancarnya pembuluh darah balik
tersebut. Untuk mengurangi pembengkakan atau menghindari pembengkakan yang lama
untuk itu dilakukan elevasi extremitas. Elevasi mempunyai arti meninggikan
posisi atau mengubah posisi ke yang lebih tinggi dari posisi jantung sehingga
terjadi aliran kebawah yang akan memfasilitasi pembuluh darah balik dalam
bekerja.
Pertolongan pertama merupakan pemberian perawatan yang
diperlukan untuk sementara
waktu. Seperti pertolongan:
a. Pendarahan
Menutut Hardianto Wibowo, 1995: 39. Pendarahan terjadi
karena pecahnya pembulu darah sebagai akibat dari trauma pukulan, tendangan
atau terjatuh.Cara menghentikan pendarahan yaitu dengan mempergunakan bahan
lembut apa saja yang dimiliki saat itu,seperti sapu tangan atau kain yang
bersih. Lalu tekankan pada bagian tubuh yang mengalami pendarahan dengan kuat.
Kemudian ikat saputangan, agar saputangan yang digunakan tetap menekan luka
sumber pendarahan.
Cedera yang dapat terjdi pendarahan seperti, luka, memar,
lembam, lecet, kejang, koma, dan mati suri. Adapun cedera yang tidak
mengeluaran darah. Seperti hypothermia, lepuh, pingsan, kram, syook, dan
dehidrasi.
b. Keseleo atau terkilir
Menurut Iskandar junaidi, 2011:109. Keseleo merupakan
kecelakaan yang paling sering terjadi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam dunia olahraga. Keseleo disebabkan adanya hentakan yang keras terhadap
sebuah sendi tetapi dengan arah yang salah atau berlawanan dengan alur otot.
Akibatnya, jaringan pengikat antar tulang (ligament) robek. Robekan ini diikuti
oleh pendarahan dibawah kulit, mengumpal dibawah kulit dan menyebabkan
terjadinya pembekakan, rasa nyeri, serta sendi sulit digerakan. Bagian tubuh
yang sering mengalami keseleo pada saat berolahraga seperti; pergelangan kaki,
pergelangan tangan, jari tangan, sendi siku, sendi lutut, dan kejang otot.
2. Penanganan Tradisional
Seperti halnya dalam menangani cedera dalam olahraga secara
umum, cedera yang menimpa pemain sepakbola seharusnya juga mendapatkan perawatan
dan pengobatan secara medis, namun pada kenyataannya seperti yang terjadi pada
beberapa kalangan dari pemain sepakbola di Indonesia, “mereka” lebih memilih
menjalani pengobatan alternatif atau yang biasa disebut pengobatan tradisional,
karena menurut mereka telah terbukti dan memberikan hasil yang cepat dan
memuaskan. Pertimbangan memanfaatkan jasa pengobatan tradisional dalam
mengobati cedera pemain sepakbola daripada praktek kedokteran dipengaruhi oleh
faktor biaya operasi yang mahal, waktu pemulihan yang lama, dan kebiasaan
turun-temurun yang sudah lebih dulu dipercaya. Dapat disimpulkan bahwa pemain
sepakbola menginginkan cedera tersebut dapat disembuhkan secara instan agar
kembali pada kondisi semula.
Tata cara pengobatan tradisional pada dasarnya mengacu
kepada mengembalikan fungsi otot kembali normal melalui teknik pemijatan dan
ditunjang dengan ramuan tradisional. Tahap awal penyembuhan cedera olahraga
dimulai dengan melakukan pijatan di telapak kaki sebagai titik pusat peredaran
darah dan bukan pada bagian yang menderita cedera. Peranan ramuan tradisional
sama sekali tidak mengandung mistis di dalamnya, melainkan memberikan pengaruh
panas ke otot sehingga memperlancar peredaran darah.
Berdasarkan pengalaman salah seorang pemain sepakbola professional,
yang juga pemain Tim Nasional Indonesia yaitu Ricardo Salampessy, saat ia
mengalami cedera lutut parah/berat, cedera itu dapat disembuhkan dengan metode
pemijatan dan ramuan tradisional dari Papua. Selama cedera Slampessy secara
rutin melakukan pemijatan pada lututnya yang dikerjakan oleh ahli Terapis
tradisional dan dioleskan juga ramuan yang terbuat dari jahe merah asal Papua.
Proses penyembuhan cederanya berlangsung selama 3 bulan, sehingga waktu ini
menjadi lebih cepat daripada jika penanganan cedera dilakuakn dengan jalan
operasi yang diperkirakan memakan waktu 6 bulan penyembuhan.
Metode penyembuhan yang dilakukan oleh ahli terapis
tradisional untuk setiap jenis cedera bervariasi, sebagai acuan titik pemijatan
terletak pada telapak kaki kemudian bergerak ke bagian lain tubuh yang
berhubungan dengan cedera. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai cara
penanganan cedera pada lutut, engkel, dan memar:
· Cedera
lutut, jika terjadi dislokasi lutut maka langkah awalnya adalah mengembalikan
posisi ujung lutut ke lokasi semula, pemijatan di telapak kaki dilakukan agar
peredaran darah mengalir lancer ke jantung, dilanjutkan dengan pemijatan daerah
sekitar lutut mengarah ke jantung.
· Cedera
engkel, cedera ini ditangani melalui pemijatan pada telapak kaki, kemudian
dilanjutkan ke bagian engkel secara perlahan sambil memberikan tekanan yang
mengarah ke atas. Untuk mengembalikan fungsi kerja otot, persendian digerakkan
kea rah berbeda.
· Cedera
memar, pemijatan berawal dari ujung kaki menuju otot bagian tubuh lain yang
masih berhhubungan dengan lokasi cedera. Untuk cedera memar tidak boleh
dilakukan pemijatan pada bagian yang cedera, hanya di lokasi sekitarnya.
Cara pengobatan tradisional untuk mengobati cedera olahraga
sepakbola maupun sakit lain umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat di
Indonesia. Keyakinan kuat manfaat pengobatan tradisional sudah dikenal secara
turun temurun sebagai bagian dari budaya masyarakat lokal.
Menurut Dr. Jhon Kambu seorang dokter tim sepakbola asal
papua menyatakan bahwa beberapa pengobatan tradisional menggunakan metode
pijatan dan ramuan tradisional tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran.
(Tabloid Soccer edisi17/XI, 23 Oktober 2010).
Namun harus diingat bahwa memilih ahli terapis tradisional
harus selektif dan berhati-hati karena apabila terjadi kesalahan maka akibatnya
menjadi fatal yaitu tidak dapat kembali bermain sepak bola atau pensiun.
Seringkali cedera dialami seseorang bukan karena nasib
buruknya, namun disebabkan dia tidak mematuhi beberapa aturan dalam
berolahraga. Bagi Anda yang gemar berolahraga tentu pernah mengalami cedera,
baik itu yang bersifat ringan ataupun sakit yang berat.Sebelum melakukan
olahraga, hal yang terpenting untuk diperhatikan adalah peralatan dan
kelengkapan yang dibutuhkan. Kelengkapan olahraga dapat menghindarkan seseorang
dari kecelakaan saat beraktivitas. Untuk olahraga yang membutuhkan seseorang
berlari, maka kelengkapan pertama yang dipenuhi yakni sepatu, kaos kaki dan
lain sebagainya yang digunakan di area kaki.
3. Penanganan Para
Medis
Semua olahraga memiliki risiko cidera, dimana pada saat
cidera, kualitas dan performa atlet di lapangan akan menurun. Ada dua jenis
cidera dalam berolahraga. Cidera langsung (traumatic injury) maupun tidak
langsung (overuse injury).Traumatic injury di sini dapat dilihat dengan jelas
penyebabnya. Misalnya jatuh, salah gerak, tertabrak, dan lain-lain sehingga
menyebakan robekan/putusnya jaringan lunak (soft tissue) seperti ligamen, otot,
tendon hingga terjadinya fraktur (patah tulang). Pada kondisi yang seperti ini,
diperlukan penanganan medis professional seperti dokter atau fisioterapis.
Adapun penanganan cedera dengan rehabilitasi medis terbagi
berdasarkan perkembangan cedera yaitu:
a. Stadium Akut, adanya pembengkakan dan nyeri akibat
pembengkakan. Bertujuan untuk mengatasi pembengkakan, edema yaitu dengan
immobilisasi (tidak bergerak), kompres es, obat-obatan dan terapi modalitas
lain. Dapat dimulai latihan gerak yang terbatas dan hati-hati.
b.Stadium Sub-Akut, pembengkakan berkurang. Nyeri akibat
regangan jaringan ikat.
Bertujuan mengurangi perlengketan dan kontraktur yaitu
dengan cara latihan gerak aktif perlahan-lahan, intensitas bertambah secara
bertahap.
c. Stadium Kronik, inflamasi/pembengkakan hilang. Nyeri yang
timbul di sini bukan akibat regangan jaringan ikat. Rehabilitasi di sini
bertujuan untuk pemulihan dengan latihan peregangan, penguatan otot dan latihan
gerak fungsi secara bertahap.
4. Tindakan P3K
Di dalam melakukan suatu kegiatan, misalnya bekerja,
belajar, wisata, bermain, atau berolahraga, ada kalanya sering terjadi bahaya
atau kecelakaan. Adapun langkah-langkah awal pendidikan penyelamatan adalah
sebagai berikut.
· Menyelamatkan
jiwa korban Seseorang yang menjadi korban di mana dan kapan saja, tindakan yang
pertama adalah menyelamatkan jiwa korban. Jiwa korban adalah hal yang penting
yang harus ditolong.
· Mencegah
terjadinya cidera yang parah Jika terjadi kecelakaan atau bahaya, tindakan yang
perlu diambil adalah mencegah terjadinya cidera yang parah. Cidera yang parah
juga terjadi pada saat penyelamatan yang salah dan tergesa-gesa, biasanya luka
menjadi infeksi, atau patah tulang.
· Mencegah
atau mengurangi sakit. Korban kecelakaan atau bahaya biasanya merasakan rasa
sakit. Sehingga denganadanya penyelamatan si korban berkurang rasa sakitnya.
· Menghilangkan
rasa ketakutan Perasaan rasa takut terhadap si korban selalu menyelimuti, misal
luka tambah parah atau kehilangan anggota badan, dan lain-lain.
1. Prinsip dan
Peraturan Penyelamatan
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pendidikan keselamatan
adalah:
1. Sikap tenang (tidak
panik), tindakan yang harus dilakukan tidak tergesa-gesa, perhatikan si korban,
lakukan tindakan secara hati-hati.
2. Perhatikan pernapasan
si korban kecelakaan atau bahaya, apapun perlu perhatian tentang pernapasan
sikorban, misalnya napas tersengal-sengal, napas terganggu, atau pernapasan
terhenti.
3. Hentikan pendarahan
Hentikan pendarahan apabila terjadi, karena apabila tidak segera dilakukan akan
menimbulkan kematian.
4. Mengamankan si korban,
korban harus diamankan dari bahaya/kejadian yang akan timbul lagi, misalnya di
jalan raya dan di sungai.
5. Lakukan penyelamatan
di tempat Sebelum di bawa ke dokter, korban harus ditolong di tempat yang aman.
6. Lakukan tindakan
penyelamatan dengan cepet, tepat, dan hati-hati Perhatikan pertolongan secara
cepat dan tepat pada diri si korban, yang membahayakan tubuh korban.
Pendidikan keselamatan juga perlu diperhatikan, apabila
terjadi korban secara massal
(banyak), misal korban tsunami, gempa, gunung meletus,
keracunan, atau kecelakaan di
laut, darat, dan di udara. Korban yang masih bernapas kita
prioritaskan, pendarahan,shock, patah tulang, luka-luka atau memar.
2. Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (P3K)
Kegiatan P3K lebih
mengutamakan pada pertolongan pertama, artinya korban sebelum dibawa kerumah
sakit terlebih dahulu dilakukan penyelamatan.
Misalnya, terjadi kecelakaan terkena pisau dengan luka yang
terlalu dalam.Sambil menunggu kendaraan atau pertolongan medis tiba, sebaiknya
dilakukan tindakan. penyelamatan seperti pembalutan dengan diberi betadin dan
sebagainya.
Pertolongan pertama dilakukan untuk memberikan perawatan
pada korban sebelum
pertolongan yang lebih lanjut diberikan oleh dokter atau
petugas kesehatan yang lain.
Luka adalah jaringan kulit yang terputus, robek, rusak oleh
suatu sebab.
3. Pelaksanaan P3K
Pelaksanaan P3K, berupa:
· Tindakan
yang harus dilakukan segera dan selalu diarahkan untuk penyelamatan hidup.
· Tindakan
yang dapat dilakukan kemudian untuk pencegahan cacat dan menghindari kondisi
korban memburuk.
Tindakan yang Tak Boleh (Dilarang) dilakukan:
· Tindakan
yang akan membahayakan hidup.
· Tindakan
yang memperburuk korban, atau
· Tindakan
yang dapat menimbulkan cacat di kemudian hari.
Komentar
Posting Komentar